Kamis, 23 Juni 2011

Analisis Upaya Penanggulangan Ansietas pada Diri Remaja


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Ketika Anda secara tiba-tiba diminta untuk berbicara di depan umum tanpa persiapan sebelumnya, apa yang Anda rasakan? Gugup? Tentu Anda akan mengalami rasa gugup/ansietas dan menjadi mati rasa. Suatu dilema besar yang harus Anda hadapi apalagi bila Anda belum memiliki pengalaman berbicara di depan umum sebelumnya. Jadinya malah kacau dan memalukan. Mengapa  manusia harus mengalami ansietas?
Sudah menjadi hal yang lumrah ketika kita menghadapi suatu keadaan yang menegangkan kita seringkali mengalami ansietas sehingga kita menjadi kikuk dan bertingkah laku yang aneh, diantaranya gemetaran baik pada bagian kaki, tangan maupun di sekujur tubuh, bergerak-gerak secara berlebihan, menggaruk-garuk kepala, tunduk, menggosok-gosok hidung, keseringan buang air kecil bahkan ada yang sakit perut. Hal ini semua merupakan gejala ansietas yang tentunya pernah dialami oleh setiap orang.
Ansietas merupakan sifat alamiah seseorang yang secara refleks muncul ketika seseorang mengalami tekanan atau suatu ketegangan. Namun, sifat ini seringkali membuat seseorang bertingkah aneh bahkan menimbulkan gelak tawa.
Kapan Anda biasa mengalami ansietas? Pertanyaan ini tentunya tak asing lagi karena  kita semua memiliki pengalaman pribadi yang membuat kita pernah mengalami ansietas tentunya. Misalnya gugup ketika berdiri di depan umum, berbicara di depan umum, berbicara di depan orang yang status sosialnya lebih tinggi, berbicara di depan orang yang suka mengkritik penampilan, mengikuti suatu perlombaan, menghadapi resepsi pernikahan, menghadapi ujian bahkan ada yang gugup saat menembak seorang cewek.
Apakah ansietas itu berarti buruk? Tidak. Ansietas merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu. Reaksi umum terhadap stress kadang disertai dengan ansietas. Namun ansietas itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) ansietas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti.
Ansietas dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara di depan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian dsb. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya ansietas bahkan rasa panik. Namun, gangguan ansietas muncul bila ansietas tersebut terus berlangsung lama, menyebabkan perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh.
Gangguan ansietas juga tak luput dari remaja. Fakta yang terjadi bahwa antara 9 sampai 15 persen anak dan remaja di Amerika mengalami gangguan ansietas yang menganggu kegiatan atau rutinitas keseharian mereka
Di tengah ketidakstabilan emosi, remaja mencoba agar eksistensi dirinya diakui di dalam pergaulannya namun seringkali kita malah menjumpai remaja merasa kikuk dan mati rasa alias “grogi” saat tampil di depan umum dan situasi lainnya. Perasaan ini sangatlah mengganggu dan tentunya berimbas kepada kepribadian remaja yang sedang  dibangun.
Tentunya ansietas pada diri remaja menimbulkan kekhawatiran yang ingin segera diatasi. Pasalnya apabila keseringan, sifat ini dapat mengganggu rutinitas hidup seseorang remaja yang tentunya berdampak terhadap kualitas hidup dan kondisi psikologi remaja tersebut. Namun apakah ansietas ini dapat dihilangkan atau tidak, apakah ansietas merupakan tabiat buruk seseorang, apa yang sebenarnya menyebabkan ansietas pada diri remaja  itu muncul dan bagaimana cara mengatasinya. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membuat sebuah karya tulis ilmiah dengan topik “Analisis Upaya Penanggulangan Gangguan Ansietas pada Diri Remaja.”
B.       Rumusan Masalah
Ansietas tentunya tak pernah luput dari kehidupan kita termasuk remaja. Hal ini seolah sudah merasuk nadi kita yang ketika saatnya tiba ia akan muncul secara refleks walaupun kita tidak menghendaki kehadirannya. Namun perasaan ini ternyata mampu memengaruhi pola tingkah laku seorang remaja menjadi tidak seperti biasanya. Seolah-olah remaja tersebut berubah menjadi sosok yang bukan dirinya. Bahkan perasaan ini mampu memengaruhi kondisi psikologis remaja. Untuk itulah penulis merumuskan masalah yang akan ditelitinya sebagai berikut:
1.                Apa yang menyebabkan ansietas pada diri remaja?
2.                Gejala apa yang timbul pada saat remaja mengalami ansietas?
3.                Apa dampak ansietas terhadap kepribadian remaja?
4.    Bagaimana upaya menanggulangi gangguan ansietas pada diri remaja?

C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.                Untuk mendeskripsikan penyebab ansietas pada diri remaja.
2.                Untuk mendeskripsikan gejala-gejala ansietas yang dialami remaja.
3.    Untuk mendeskripsikan dampak ansietas terhadap kepribadian remaja.
4.    Untuk mendeskripsikan upaya menanggulangi gangguan  ansietas pada diri remaja.
D.      Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagi remaja, agar mengetahui informasi seputar ansietas dan mengetahui cara mengatasinya.
2.    Sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.                                                   Pengertian Remaja
Sebelum mengulas lebih jauh mengenai ansietas pada diri remaja, kita perlu mengetahui siapa saja yang disebut sebagai seorang remaja dan berapa batasan umur seseorang bisa disebut sebagai remaja .
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, remaja didefenisikan sudah mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin, bukan kanak-kanak lagi, dan pemuda.[1]
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk (dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa di saat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri.
Neidahart (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak ke masa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank (dalam Hurlock, 1990) bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990) mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.
Erikson (dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah:
“masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak-anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan fisiknya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan maupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang sudah matang.”
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.[2]
Secara umum, periode remaja merupakan klimaks dari periode-periode perkembangan sebelumnya. Dalam periode ini apa yang diperoleh dalam masa-masa sebelumnya, di uji dan dibuktikan  sehingga dalam periode  selanjutnya individu telah  mempunyai suatu pola pribadi yang lebih mantap. Periode remaja adalah masa transisi dalam periode anak-anak ke periode dewasa awal, periode remaja dikelompokkan menjadi dua fase yaitu: fase remaja awal dan fase remaja akhir (Riyanti, Prabowo dan Puspitawati, 1996). Masa remaja adalah masa dimulainya perkembangan kognitif yang mengarah pada pemikiran operasional formal yang lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak. Pemikiran remaja tidak lagi berupa pengalaman konkret saja namun remaja sudah dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan- kemungkinan hipotesis atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak (Santrock, 2003).
Menurut Papila (2004) periode remaja adalah periode yang sudah mulai mengabungkan pengalaman yang diperoleh sebelumnya dengan tantangan saat ini dan memikirkan keadaan di masa yang akan datang.[3]
Dari beberapa definisi remaja yang diberikan oleh para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja merupakan masa awal dari pembentukan proses pemikiran operasional yang lebih abstrak. Sehingga pada masa ini, remaja sudah mulai membandingkan antara pengalaman di masa lalu dengan keadaan di masa sekarang dan mulai memikirkan masa yang datang.
B.                                                   Batasan Usia Remaja
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.  Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006:  192). [4]
Berdasarkan beberapa batasan usia remaja di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dengan rentang usia antara 12-21 tahun, dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.
C.                                                  Karakteristik Remaja
Periode remaja adalah periode pemantapan identitas diri. Pengertiannya akan “siapa aku” yang dipengaruhi oleh pandangan orang-orang sekitarnya serta pengalaman-pengalaman  pribadinya akan menentukan pola perilakunya sebagai orang dewasa. Pemantapan identitas diri ini tidak selalu mulus, tetapi sering melalui proses yang panjang dan bergejolak. Oleh karena itu, banyak ahli menamakan periode ini sebagai masa-masa strom and stress, atau masa up and down (Santrock, 2003).
Remaja adalah seorang idealis, remaja memandang dunianya seperti apa yang diinginkannya, bukan sebagaimana adanya. Remaja suka mimpi-mimpi yang membuatnya marah, cepat tersinggung atau frustasi. Selain itu, oleh keluarga dan masyarakat remaja di anggap sudah menginjak dewasa sehingga remaja diberi tanggung jawab yang sama dengan seorang yang sudah dewasa. Remaja mulai memperhatikan prestasi dalam segala hal, karena ini memberinya nilai tambah untuk kedudukan sosialnya di antara teman sebaya maupun orang-orang dewasa.[5]


D.                                                  Sejarah Ansietas
Dari studi kepustakaan yang dibuat oleh Lewis pada tahun 1970, ditemukan bahwa istilah ansietas mulai diperbincangkan pada permulaan abad ke-20. Kata dasar ansietas dalam bahasa Indo Jerman adalah anghyang dalam bahasa latin berhubungan dengan kata angustus, ango, angor, anxius, ansietas, angina. Kesemuanya mengandung  arti sempit” atau konstriksi.
Pada tahun 1894, Freud menciptakan istilah anxiety neurosis. Kata anxiety diambil dari kata “angst” yang berarti ketakutan yang tidak perlu. Pada mulanya Freud mengartikan ansietas itu sebagai transformasi lepasnya ketegangan  seksual yang menumpuk melalui system saraf otonom dengan menggunakan saluran pernafasan. Kemudian ansietas ini diartikan sebagai perasaan takut atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan yang direpresi. Akhirnya ansietas diartikan sebagi suatu respon terhadap situasi yang berbahaya.
E.                                                   Pengertian Ansietas
 Ansietas (Anxiety) merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan suatu fungsi emosi.
Anxiety menurut Lewis (1970) dalam Kasiyo (1993 : 75) diartikan "ciri ketakutan atau emosi yang hubungannya dekat (teror, tanda bahaya, takut, gemetar) yang dialami secara subyektif".
Ansietas adalah suatu gejala yang tidak menyenangkan, sensasi cemas, takut dan terkadang panik akan suatu bencana yang mengancam dan tidak terelakkan yang dapat atau tidak berhubungan dengan rangsang eksternal (Fracchione, 2004).
Ansietas berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut yaitu adanya obyek dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu.
Kecemasan adalah respon emosi tanpa obyek yang spesifik dialami, di komunikasi secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan di hubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Kaplan dan
Sadock, 1997).
“Ansietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu.  Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah.” (Harold I. LIEF).
“Anenvous condition of unrest” ( Leland E. HINSIE dan Robert S CAMBELL)  
“Ansietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya.” (J.J GROEN).[6]
Ansietas merupakan suatu perasaan tidak nyaman yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari manusia. Hurlock (dalam Hartanti, 1997) berpendapat bahwa kecemasan merupakan sebuah ungkapan perasaan individu terhadap suatu situasi yang dapat diekspresikan melalui beberapa cara, yaitu: dengan cara yang mudah dikenali seperti kekhawatiran individu, individu menjadi mudah marah. Ansietas terlihat dari kekhawatiran atau ketakutan individu pada hal-hal tertentu, misalnya: kecemasan pada bidang mata pelajaran tertentu, penampilan dan sebagainya. Ansietas banyak terjadi di kalangan masyarakat, salah satunya terjadi pada remaja.
     Crow (dalam Hartanti, 1997) mengemukakan bahwa adalah sesuatu kondisi kurang menyenangkan yang di alami oleh individu yang dapat mempengaruhi keadaan fisiknya. Senada dengan yang dikemukakan oleh Crow dan Crow, menurut Soehardjono (1988) kecemasan adalah manifestasi dari gejala-gejala atau gangguan fisiologik seperti : gemetar, banyak keringat, mual, sakit kepala, sering  buang-buang air, palpitasi (debaran atau berdebar-debar).
Harsono (1986 : 97) berpendapat: "Ansietas sebenarnya adalah reaksi terhadap perasaan  khawatir akan terancamnya sekuriti kepribadian."
Menurut Rathus (dalam Nawangsari, 2001) kecemasan didefinisikan sebagai keadaan psikologis yang ditandai oleh adanya tekanan, ketakutan, kegalauan dan ancaman yang berasal dari lingkungan. Sementara itu menurut Zakiyah Derajat (dalam Hartanti, 1997) kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur aduk, yang terjadi ketika individu sedang mengalami tekanan  perasaan atau frustasi dan pertentangan batin atau konflik. Sedangkan menurut Nawangsari (2000) kecemasan adalah suatu kondisi yang tidak menyenangkan meliputi rasa takut, rasa tegang, khawatir, bingung, tidak suka yang sifatnya subjektif dan timbul karena adanya perasaan tidak aman terhadap bahaya yang diduga akan terjadi.
Dari berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan kumpulan dari berbagai kondisi fisiologis dan psikologis sehingga menimbulkan berbagai macam reaksi di dalam diri individu, seperti : gemetar, banyak keringat, mual, sakit kepala, palpitasi, rasa takut, rasa tegang, khawatir, binggung, dan lain sebagainya.
F.                                                   Klasifikasi Ansietas[7]
Menurut Stuart dan Sundeen (1998:175-176), ansietas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.    Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2.                                                    Ansietas sedang
Ansietas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3.                                                    Ansietas Berat
Ansietas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cendrung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
4.                                                    Tingkat Panik
Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya, tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang, kehilangan pemikiran rasional.
G.                                                  Pengertian Gangguan Ansietas
Anxiety disorder atau gangguan ansietas merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang sehingga menimbulkan perasaan cemas dan khawatir secara berlebihan dalam jangka waktu yang cukup lama.[8] Kecemasan dapat terjadi dalam berbagai situasi dan kondisi, termasuk didalamnya adalah ketakutan yang besar terhadap beberapa kondisi, yang kemudian dikenal dengan sebutan gangguan kecemasan umum atau generalized anxiety disorder (GAD).
Gangguan kecemasan umum ini ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan. Keadaan ini membuat seseorang akan sulit mengendalikan ketakutan yang muncul saat itu.
H.                                            Bentuk-Bentuk Gangguan Ansietas[9]
1.      Gangguan Panik
Ada dua kriteria Gangguan panik : gangguan panik tanpa agorafobia dan gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan panik.
Gambaran klinis :
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik, walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk mengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan dan biasanya serangan berlangsung 20 sampai 30 menit.  
Pasien dengan gangguan agoraphobia akan menghindari situasi dimana dia akan sulit mendapat bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali keluar rumah.
Gejala penyerta :  Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.
Diagnosa banding :  Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dst. Penyakit pulmonum : asma, hiper ventilasi, emboli paru-paru. Penyakit neurologis : serebrovaskular, epilepsy, migrain, tumor, dsb. Penyakit endoktrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma pramenstruasi, gangguan menopause,dsb. Intoksikasi obat dan putus obat
Kondisi lain : anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia, dsb.
Pedoman diagnostik agropobia :
a)    Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan sulit meloloskan diri.
b)   Situasi dihindari, misal jarang bepergian.
c)    Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal fobia social.
Pedoman diagnostik gangguan panik :
a)                  Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan
b)   Sekurangnya satu serangan , diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap akan mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan, perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
c)    Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medis umum
d)   Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. Misal : gangguan obsesif - kompulsif.
e)    Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agoraphobia
Terapi:
Konseling dan medikasi.
Konseling ajari pasien untuk diam ditempat sampai serangan panik berlalu, konsentrasikan diri untuk mengatasi ansietas bukan pada gejala fisik, rileks, latihan pernafasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan. Diskusikan cara menghadapi rasa takut saya tidak mengalami serangan jantung, hanya panik, akan berlalu.
Medikasi
banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak membutuhkan medikasi. Bila serangan sering dan berat, atau secara bermakna dalam keadaan depresi beri antidepresan (imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa sampai 100 150 mg malam selama 2 minggu ). Bila serangan jarang dan terbatas beri anti ansietas, jangka pendek (lorazepam 0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam 0,25 1 mg 3 dd 1) hindari pemberian jangka panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu.
Gangguan fobik
Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 510 persen populasi menderita gangguan ini. Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasio yang ditakuti.
Fobia spesifik : takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cidera, dsb.
Fobia sosial : takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan social, seperti berbicara di depan umum, dsb.
Pedoman diagnostik
:
a)    Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek /situasi)
b)   Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan
c)    Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan
d)   Situasi fobik dihindari
Terapi:
Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan, membuat daftar situasi yang ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut tersebut. Dengan konseling banyak pasien tidak membutuhkan medikasi. Bila ada depresi bisa diberi antidepresan lmipramin 50 150 mg/ hari. Bila ada ansietas beri antiansietas dalam waktu singkat, karena bisa menimbulkan ketergantungan. Beta bloker dapat mengurangi gejala fisik. Konsultasi spesialitik bila sampai rasa takut menetap.
2. Gangguan Obsesif-kompulsif
 
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan adalah 2-3 persen. Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki. Kompulsif adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
Pedoman diagnosis:
Pikiran, impuls, yang berulang, perilaku yang berulang, menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan.
 Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan
 Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.
Diagnosis banding:
Kondisi fisik : gangguan neurologis (epilepsy lobul temporalis, komplikasi trauma, dsb).
Kondisi psikiatrik : gangguan kepribagian obsesif-kumpulsif, fobia, gangguan depresif.
Terapi:
Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang berulang dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada akhirnya mengurangi perilaku kompulsif. Latihan pernafasan. Bicarakan apa yang akan dilakukan pasien untuk mengatasi situasi, kenali dari perkuat hal yang berhasil mengatasi situasi. Bila diperlukan bisa diberi Klomipramin 100 - 150mg atau golongan Selected Serotonin Reuptake Inhibitors. Konsultasi spesialistik bila kondisi tidak berkurang atau menetap.
3. Gangguan Stres Pasca Trauma
 
Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila mereka mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang. Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan.  
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari : pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan stres pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif (contoh : pemusatan perhatian yang buruk). Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan I sampai 3 persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda.
Pedoman diagnostik pasca trauma: 
a)    Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:
 mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa
ancaman kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang serius,atau ancaman integritas fisik diri sendiri atau orang lain
 respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya
.
b)   Keadaan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara berikut: rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian. Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik
 reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau
eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik
c)    Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma
d)   Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran, seperti dua atau lebih berikut : kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon kejut yang berlebihan.
e)    Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.
f)    Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
4. Gangguan stres Akut
Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik maupun mental yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari. Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa . Kerentanan individu dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan keparahannya suatu reaksi stres akut.
Pedoman diagnostik:
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman stresor luar biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah beberapa menit atau bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan:
a)    terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain gejala permulaan berupa keadaan “ terpaku” , semua gejala berikut mungkin tampak: depresif, ansietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama.
b)   pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dan stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam); dalam hal dimana stres tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari.
5. Gangguan Ansietas Menyeluruh
Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya ansietas yang menyeluruh dan menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat bervariasi, tetapi keluhan tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa ringan, palpitasi, pusing kepala dan keluhan epigastnik adalah keluhan¬keluhan yang lazim dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali diungkapkan.
Pedoman diagnostik :
Pasien harus menunjukan gejala primer ansietas yang berlangsung hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik, overaktivitas otonomik.
Terapi:
Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan rasa khawatir keduanya mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari keterampilan untuk mengurangi dampak stres merupakan pertolongan yang paling efektif. Mengenali, menghadapi dan menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat mengurangi gejala ansietas. Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang pesimistik. Latihan fisik yang teratur sering menolong. Medikasi merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling gejala menetap. Medikasi ansietas : misal Diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih dari 2 minggu, Beta bloker dapat membantu mengobati gejala fisik, antidepresan bila ada depresi. Konsultasi spesialistik bila ansietas berat dan berlangsung lebih dan 3 bulan.
6. Gangguan Campuran Ansietas dan Depresi
Diagnosis:
a)         Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik untuk gangguan campuran ansietas dan depresi adalah sebagai berikut:
Terdapat gejala-gejala ansietas maupun depresi, di mana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk ansietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
b)        Bila ditemukan ansietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus dipertimbangkan kategori gangguan ansietas lainnya atau gangguan ansietas fobik.
c)         Bila ditemukan sindrom depresi dan ansietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan.
d)        Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.
Gambaran Klinis:
Ansietas dan gangguannya dapat menampilkan diri dalam berbagai tanda dan gejala fisik dan psikologik seperti gemetar, renjatan, rasa goyah, nyeri punggung dan kepala, ketegangan otot, napas pendek, mudah lelah, sering kaget, hiperaktivitas autonomik seperti wajah merah dan pucat, takikardi, palpitasi, berkeringat, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing. Rasa takut, sulit konsentrasi, insomnia, libido turun, rasa mengganjal di tenggorok, rasa mual di perut dan sebagainya.Gejala utama dari depresi adalah afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) serta menurunnya aktivitas. Beberapa gejala lainnya dari depresi adalah:
a)    konsentrasi dan perhatian berkurang;
b)   harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
c)    gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
d)   pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
e)    gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
f)    tidur terganggu;
g)   nafsu makan berkurang.
Untuk gangguan campuran ansietas dan depresi, kedua gejala baik gejala ansietas maupun gejala depresi tetap ada namun kedua-duanya tidak menunjukkan gejala yang cukup berat atau lebih menonjol antara satu dengan lainnya.
Diagnosa Banding:
Diagnosis banding gangguan campuran ansietas dan depresi hampir semua kondisi medis yang menyebabkan kecemasan. Mengingat keadaan cemas biasanya disertai dan diikuti dengan gejala depresi. Untuk diagnosis dibutuhkan penentuan kreteria yang tepat antara berat ringannya gejala, penyebab serta perlangsungan dari gejala apakah sementara atau menetap. Pada gangguan cemas lainnya biasanya depresi adalah bentuk akhir bila penderita tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada cemas menyeluruh depresi biasanya bersifat sementara dan lebih ringan gejalanya dibanding ansietas, gangguan penyesuaian memiliki gejala yang jelas berkaitan erat dengan stres kehidupan.
Terapi:
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan campuran ansietas dan depresi adalah kemungkinan pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapetik, farmakoterapetik, dan pendekatan suportif. Pengobatan mungkin memerlukan cukup banyak waktu bagi klinisi yang terlibat, terlepas dari apakah klinisi adalah seorang dokter psikiatrik, seorang dokter keluarga, atau spesialis lainnya.
Psikoterapi
Pendekatan psikoterapetik utama untuk gangguan kecemasan umum adalah kognitif-perilaku, suportif, dan berorientasi-tilikan. Data masih terbatas tentang manfaat relatif dari pendekatan-pendekatan tersebut, walaupun penelitian yang paling canggih telah dilakukan dengan teknik kognitif-perilaku, yang tampaknya memiliki kemanjuran jangka panjang dan jangka pendek. Pendekatan kognitif secara langsung menjawab distorsi kognitif pasien yang dihipotesiskan, dan pendekatan perilaku menjawab keluhan somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan dalam pendekatan kognitif dan perilaku adalah lebih efektif dibandingkan teknik tersebut jika digunakan sendiri-sendiri. Tetapi suportif menawarkan ketentraman dan kenyamanan bagi pasien, walaupun manfaat jangka panjangnya adalah meragukan. Psikoterapi berorientasi-tilikan memusatkan untuk mengungkapkan konflik bawah sadar dan mengenali kekuatan ego. Manfaat psikoterapi berorientasi-tilikan untuk gangguan kecemasan umum dilaporkan pada banyak kasus anekdotal, tetapi tidak terdapat penelitian besar yang terkendali.
Sebagian besar pasien mengalami kekenduran keeemasan yang jelas jika diberikan kesempatan untuk membicarakan kesulitannya dengan dokter yang prihatin dan simpatik. Jika klinisi menemukan situasi eksternal yang menyebabkan kecemasan, klinisi mungkin mampu sendirian atau dengan bantuan pasien atau keluarganya untuk mengubah lingkungan dan dengan demikian menurunkan tekanan yang penuh ketegangan. Penurunan gejala seringkali memungkinankan pasien untuk berfungsi secara efektif dalam pekerjaan dan hubungannya sehari-hari, yagn memberikan kesenangan dan pemuasan baru yang dengan sendirinya bersifat terapetik.
Pandangan psikoanalitik adalah bahwa dalam kasus tertentu kecemasan adalah suatu sinyal dari kekacauan bawah sadar yang memerlukan pemeriksaan. Kecemasan dapat normal, adaptif, maladaptif, terlalu kuat, atau terlalu ringan, tergantung pada keadaan. Kecemasan tampak dalam berbagai situasi selama peijalanan siklus hidup seseorang; pada banyak kasus, pengurangan gejala bukan merupakan tujuan tindakan yang paling tepat.
Bagi pasien yang secara psikologis bermaksud dan termotivasi untuk mengerti sumber kecemasannya, psikoterapi mungkin merupakan pengobatan terpilih. Tetapi psikodinamika bekerja dengan anggapan bahwa keeemasan mungkin meningkat pada pengobatan yang efektif. Tujuan pendekatan dinamika adalah untuk meningkatkan toleransi kecemasan pasien (didefmisikan sebagai kemampuan untuk mengalami kecemasan tanpa hares melampiaskannya), bukannya untuk menghilangkan kecemasan. Penelitian empiris menyatakan banyak pasien yang menjalani psikoterapetik secara berhasil mungkin terus mengalami kecemasan setelah dihentikannya psikoterapi. Tetapi, peningkatan penguasaan ego memungkinkan mereka untuk menggunakan gejala kecemasan sebagai sinyal untuk mencerminkan perjuangan hidup dan untuk meluaskan tilikan dan pengertian mereka. Suatu pendekatan psikodinamika pada pasien dengan gangguan kecemasan umum melibatkan pencarian rasa takut pasien yang mendasarinya.
Farmakoterapi
Keputusan untuk meresepkan suatu obat pada pasien dengan gangguan kecemasan campuran ansietas dan depresi hams jarang dilakukan pada kunjungan pertama. Karena sifat gangguan yang berlangsung lama, suatu rencana pengobatan hares dengan cermat dijelaskan. Dua golongan obat utama yang dipakai dalam pengobatan gangguan ansietas adalah Benzodiazepine dan Non-Benzodiazepine, dengan Benzodiazepine sebagai pilihan utama. Sedang untuk depresi dipakai golongan Trisiklik, Tetrasiklik, MAOI-reversible, SSRI, dan Atypical anti depresi. Dimana SSRI menjadi pilihan utama.
Benzodiazepine (Diazepam). Benzodiazepin telah merupakan obat terpilih untuk gangguan kecemasan umum. Benzodiazepin dapat diresepkan atas dasar jika diperlukan, sehingga pasien menggunakan benzodiazepin kerja cepat jika mereka merasakan kecemasan tertentu. Pendekatan alternatif adalah dengan meresepkan benzodiazepin untuk suatu periode terbatas, selama mans pendekatan terapetik psikososial diterapkan.
Beberapa masalah adalah berhubungan dengan pemakaian benzadiazepin dalam gangguan ansietas. Kira-kira 25 sampai 30 persen dari semua pasien tidak berespon, dan dapat terjadi toleransi dan ketergantungan. Beberapa pasien juga mengalami gangguan kesadaran saat menggunakan obat dan, dengan demikian, adalah berada dalam risiko untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mesin.
Keputusan klinis untuk memulai terapi dengan benzodiazepin hares dipertimbangkan dan spesifik. Diagonosis pasien, gejala sasaran spesifik, dan lamanya pengobatan — semuanya hares ditentukan, dan harus diberikan informasi kepada pasien. Pengobatan untuk sebagian besar keadaan kecemasan berlangksung selama dua sampai enam minggu, diikuti oleh satu atau dua minggu menurunkan obat perlahan-lahan (tapering) sebelum akhirnya obat dihentikan. Kekeliruan klinis yang sering dengan terapi benzodiazepin adalah dengan memutuskan secara pasif untuk melanjutklan pengobatan atas dasar tanpa batas.
Untuk pengobatan kecemasan, biasanya memulai dengan obat pada rentang rendah terapetiknya dan meningkatkan dosis untuk mencapai respon terapetik. Pemakaian benzodiazepin dengan waktu paruh sedang (8 sampai 15 jam) kemungkinan menghindari beberapa efek merugikan yang berhubungan dengan penggunaan benzodiazepin dengan waktu paruh panjang. Pemakaian dosis terbagi mencegah perkembangan efek merugikan yang berhubungan dengan kadar plasma puncak yang tinggi. Perbaikan yang didapatkan dengan benzodiazepin mungkin lebih dan sekedar efek antikecemasan. Sebagai contohnya, obat dapat menyebabkan pasien memandang berbagai kejadian dalam pandangan yang positif. Obat juga dapat memiliki kerja disinhibisi ringah, serupa dengan yang dilihat setelah sejumlah kecil alkohol. Untuk diazepam sediaan tab. 2-5mg, ampul 10 mg/2cc dosis anjuran l0-30mg/hari 2-3xsehari, i.v./i.m 2-10mg /3-4 jam.
Non-Benzodiazepine (Buspirone). Buspirone kemungkinan besar efektif pada 60 sampai 80 persen pasien dengan gangguan cemas. Data menyatakan bahwa buspirone adalah lebih efektif dalam menurunkan gejala kognitif dari gangguan kecemasan umum dibandingkan dengan menurunkan gejala somatik. Bukti-bukti juga menyatakan bahwa pasien yang sebelumnya telah diobati dengan benzodiazepin kemungkinan tidak berespon dengan pengobatan buspirone. Tidak adanya respons tersebut mungkin disebabkan oleh tidak adanya efek nonansiolitik dari benzodiazepin (seperti relaksasi otot dan rasa kesehatan tambahan), yang terjadi pada terapi buspirone. Namun demikian, rasio manfaat-risiko yang lebih balk, tidak adanya efek kognitif dan psikomotor, dan tidak adanya gejala putus that menyebabkan buspirone merupakan obat lini pertama dalam pengobatan gangguan kecemasan umum. Kerugian utama dari buspirone adalah bahwa efeknya memerlukan dua sampai tiga minggu sebelum terlihat, berbeda dengan efek ansiolitik benzodiazepin yang hampir segera terlihat. Buspirone bukan merupakan terapi efektif untuk putus benzodiazepin. Sediaan tab. 10mg dosis anjuran 3x25mg/h.
Anti-Depresi. mekanisme kerja Obat Anti-depresi, adalahmenghambat “re-uptake aminergic neurotransmitter”, menghambat penghancuran oleh ensirn “Monoamine Oxidase” Sehingga terjadi peningkatan jurnlah “arninergic neurotransmitter” pada sinaps neuron di SSP. Efek samping Obal Anti-depresi dapat berupa :
a)    Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif rnenurun, d11)
b)   Efek Antikolinergik (mulut keying, retensi urin, penglihatan kabur., konstipasi, sinus takikardia, dsb)
c)    Efek Anti-adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)
d)   Efek Nourotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi,insomnia)
Efek samping yang tidak berat biasanya berkurang setelah 2-3 minggu. SSRI dipilih mengingat efek samping yang ditimbulkan relatif lebih ringan.namun obat ini memiliki harga yang mahal oleh karenanya trisiklik masih sering digunakan. Contoh obat golongan ini adalah fluoxetine,sertraline,paroxetine,citalopram,fluvoxamin.
Perjalanan Penyakit dan Prognosis:
Perjalanan klinis dan prognosis gangguan adalah sukar untuk diperkirakan. Namun demikian, beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat-ringannya gangguan tersebut.


I.                                                     Hubungan Ansietas dengan Umur[10]
Ansietas yang dialami seseorang berbeda antara satu dengan yang lain. Salah satu penyebabnya adalah dari faktor umur. Mengenai hubungan ansietas dengan umur, Cattel dan beberapa penyelidik lainnya Cratty (1973) dalam Harsono, (1988 : 268) menyimpulkan bahwa :
a.  Anxiety akan makin memuncak pada waktu umur dua puluhan (later
adolesence years). Hal ini disebabkan karena pada umur dua puluhan tersebut manusia sedang mendekati puncak potensi-potensi fisiknya (physical potentials-nya).
b. Akan tetapi pada umur 30-an, anxiety cenderung akan menurun.
c. Setelah umur 60 tahun, anxiety biasanya mulai naik lagi.
Dari kutipan di atas, penulis berpendapat bahwa manusia pada umur 20-an harus betul-betul mendapat perhatian, karena pada umur tersebut anxiety bisa memuncak cukup tinggi dan juga merupakan tahun-tahun yang sangat produktif untuk berprestasi. Anxiety selalu ada pada diri manusia namun pada umur-umur tertentu akan meningkat dan menurun. Pada usia 20-an anxiety meningkat, hal ini disebabkan emosi yang belum stabil mereka masih mencari jati diri, tetapi pada umur 30-an anxiety cenderung akan menurun disebabkan emosinya sudah mulai stabil karena mereka sudah menemukan jati dirinya (sudah mendapat pekerjaan dan sudah menikah), namun pada usia 60-an anxiety meningkat lagi, hal ini disebabkan rasa tidak percaya diri yang ditimbulkannya (karena merasa sudah tidak berguna lagi).
J.                                                    Hubungan Ansietas dengan Remaja
Menurut Papila (2004)  periode remaja adalah periode yang sudah mulai menggabungkan  pengalaman yang diperoleh sebelumnya dengan tantangan saat ini dan memikirkan keadaan di masa yang akan datang.
Santrock (2003) mengatakan masa remaja disebut juga masa pemantapan identitas diri atau atau masa masa-masa strom and stress, atau masa up and down. Bila pada periode ini remaja tidak memiliki kemantapan dalam dirinya maka akan menimbulkan ansietas di dalam dirinya.














BAB III
METODE PENELITIAN
A.                                      Variabel dan Desain Penelitian
1.   Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah “Analisis Upaya Penanggulangan Gangguan Ansietas pada Diri Remaja.” Jenis penelitiannya adalah variabel tunggal.
2.   Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, yaitu berusaha menjelaskan dan mendeskripsikan data apa adanya tentang objek penelitian yakni penyebab timbulnya perasaan gugup pada diri seseorang.
B.   Defenisi Operasional Variabel
1.   Defenisi Operasional
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai variabel yang diteliti, maka dikemukakan batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
a)       Upaya adalah usaha, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar dan sebagainya) serta daya upaya.
b)       Penanggulangan adalah proses, cara, perbuatan menanggulangi, menghadapi atau mengatasi.
c)       Gangguan Ansietas adalah merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang sehingga menimbulkan perasaan cemas dan khawatir secara berlebihan dalam jangka waktu yang cukup lama.
d)      Remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dengan rentang usia antara 12-21 tahun, dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.
2.   Populasi dan Sampel
a.                                     Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja pada umumnya khususnya remaja di Kecamatan Makale Kabupaten Tana Toraja yang lokasinya mudah dijangkau oleh penulis.
b.                                     Sampel 
Sampel adalah contoh, monster, represant atau wakil dari satu populasi yang jumlahnya cukup besar. Sampel dalam penelitian ini adalah 20 orang responden yang telah diambil secara acak (sampel random) dan berada pada rentang usia 15-18 tahun.
C.                                      Data dan Sumber Data
1.                                                 Data
Data dalam penelitian ini berupa informasi seputar penyebab timbulnya ansietas, gejala yang dialami saat remaja mengalami ansietas, dampak ansietas terhadap mental remaja, dan upaya menanggulangi ansietas pada diri remaja.
2.                                                 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah :
a)    Data sekunder atau data tertulis adalah data yang diperoleh melalui buku-buku, hasil pembagian angket maupun halaman web yang relevan dengan objek penelitian.
D.                                      Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Penelitian kepustakaan
Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan melalui tulisan berupa buku, artikel, dan sebagainya yang erat hubungannya dengan masalah yang dibahas. Hal ini dilakukan untuk menentukan pola pikir dan landasan yang ilmiah serta memperluas pengertian tentang masalah yang ada kaitannya dengan objek penelitian.
2.                                                             Penelitian lapangan
Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengunjungi secara langsung lokasi penelitian yang ditentukan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh landasan empiris dan objektif dalam penelitian ini. Di samping itu juga untuk menghindari segala praduga yang salah. Dengan demikian semua isi pembahasan dan data dalam penelitian ini didasarkan atas fakta yang terjadi di lapangan dan dapat dijadikan data yang objektif serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3.                                                             Pencatatan
Dalam pencatatan ini, penulis mencatat hal-hal yang berhubungan dengan penyebab timbulnya rasa gugup pada diri seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung ke dalam buku catatan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Selanjutnya data yang telah dikumpulkan diperiksa kembali.
4.                                                             Pembagian Angket
Dalam pembagian angket ini penulis menggunakan jenis angket semi terbuka yaitu angket yang berisi sejumlah pertanyaan dengan jawaban yang tersedia namun responden masih diberi kesempatan untuk memberi jawaban alternatif apabila jawaban tidak sesuai dengan yang tersedia.
Prosedur pengumpulan data yakni membagikan angket/kusioner kepada 20 responden yang telah dipilih secara acak (random) dan berada pada rentang usia 15-18 tahun.
E.     Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif berbentuk studi kasus. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berada pada rentang umur 15 – 18 tahun dan tidak sedang mengalami kelainan jiwa dan subjek berjumlah 20 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, penelitian lapangan, pencatatan dan pembagian angket.






BAB IV
PEMBAHASAN
A.    Penyebab Timbulnya Ansietas pada Diri Remaja[11]
Penyebab ansietas pada diri remaja dapat dianalisis berdasarkan beberapa teori diantaranya:
1.      Teori Psikoanalisa
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara antara 2 elemen kepribadian – id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2.      Teori interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3.      Teori perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
4.      Keadaan biologis
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
5.      Teori kognitif
Ansietas disebabkan  oleh bagaimana individu memikirkan situasi dan kemungkinan-kemungkinan bahaya yang mungkin dapat muncul. Pikiran tersebut kadang tidak realistik, individu cenderung untuk menambahkan tingkat bahaya tersebut dibandingkan pada orang normal yang menilai “tidak begitu berbahaya.”
6.      Ancaman
Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas , harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar